Saturday, September 13, 2014

Akhir Nopember 2009 sanksi uji emisi mulai diberlakukan



Rencana Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) menegakkan sanksi bagi pelanggar uji emisi dengan denda antara Rp 500 ribu hingga Rp 50 juta, mendapat dukungan dari DPRD DKI Jakarta. Namun, untuk teknis pelaksanaannya akan dibahas lebih lanjut oleh Pemprop DKI bersama DPRD.
Ketua DPRD DKI Jakarta, Ferial Sofyan mengatakan, pada dasarnya kalangan dewan sepakat adanya pemberian sanksi bagi pelanggar uji emisi tersebut. Namun hal itu masih pembahasan lebih lanjut agar saat penerapannya di lapangan tepat sasaran.
“Perlu dibahas lebih lanjut soal berapa besar sanksi yang akan diberikan. Ya, lebih jauh lagi dengan adanya tes di lapangan,” ungkap Ferial di gedung DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).
Ferial mengatakan, penerapan uji emisi tersebut perlu dirancang secara teknis mengenai pola-pola yang akan dilakukan di lapangan. “Kita perlu tingkatkan uji emisi ini dengan pola-pola lebih baru lagi, kalau perlu adanya suatu sanksi mengikat,” ujarnya.
Menurut Ferial, pengawasan dan pengetatan uji emisi penting dilakukan menyusul kekhawatiran adanya penjualan bebas stiker uji emisi palsu.
“Kita juga khawatir itu jadi barang dagangan. Apalagi, saat ini kita dengar stiker uji emisi banyak diperjualbelikan bebas di masyarakat,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ke depan perlu ada langkah-langkah bersama untuk mengevaluasi dan melakukan langkah yang lebih konkret dalam penerapan uji emisi tersebut.
“Karena terus terang saja kita punya Perdanya, tapi kalah cepat dengan wilayah lain,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penegakan Hukum Lingkungan BPLHD DKI Jakarta, Ridwan Panjaitan mengatakan, setelah uji teguran simpatik selesai dilakukan di lima wilayah DKI Jakarta, maka mekanisme penegakan hukum perlu diterapkan.
“Jika tidak ada halangan, sesuai rencana penegakan hukum tersebut akan diberlakukan mulai akhir Nopember,” kata Ridwan di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).
Pelanggaran terhadap Perda No 2 tahun 2005 ini bukan termasuk tindak pidana ringan (tipiring). Pelanggar akan dikenakan denda maksimal Rp 50 juta atau kurungan maksimal enam bulan penjara. “Dalam hal ini tidak bisa menganut tipiring, prosesnya lebih panjang,” ucapnya.
Saat ini telah tersedia sebanyak 238 bengkel pelaksana uji emisi (BPUE) tersertifikasi dan 568 teknisi bersertifikat yang tersebar di lima wilayah DKI Jakarta. Bagi kendaraan yang belum mempunyai stiker uji emisi diharapkan mendatangi bengkel-bengkel yang telah tersertifikasi tersebut.
“Pada akhir Nopember nanti, jika kedapatan kendaraan yang tidak mempunyai stiker uji emisi akan distop dan diuji. Dan jika tidak lulus akan langsung dilakukan pemberkasan dan diserahkan ke pengadilan negri,” jelasnya.
Ridwan mengimbau kepada masyarakat agar bersama-sama menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan merawat kendaraan masing-masing. Selain menciptakan udara yang bersih dengan merawat kendaraan juga dapat berimbas dengan penghematan keuangan dan umur kendaraan lebih panjang.
“Salah satu keuntungan dengan melakukan uji emisi yaitu kendaraan kita akan awet. Sekitar sepuluh persen menghemat pembiayaan karena sistem perbaikan yang bagus,” ujarnya.(*)
Selengkapnya

Wednesday, September 3, 2014

Tips Hemat BBM hidupkan AC aja!

Siklus tahunan mudik diambang mata. Jutaan rupiah bakal dibelanjakan, dan transportasi, khusunya bahan bakar jadi yang terbesar. Meskipun mobil anda terbilang irit, jalanan macet, tersendat-sendat, beban penuh tak pelak konsumsi bahan bakar akan lebih boros.

Tips-tips menghemat bahan bakar sudah sering ditulis, termasuk disitus ini. Tapi tahukah anda, mana yang benar-benar signifikan, dan mana yang efeknya tidak terlalu berpengaruh dan bisa diabaikan.

Lewat serangkaian tes, Consumer Report (CR)-organisasi perlindungan konsumen di USA- berhasil menyusun daftar tentang faktor-faktor signifikan dan tidak signifikan untuk menghemat konsumsi bahan bakar.

Tes dilakukan di USA, menggunakan dua kendaraan uji, 2005 Toyota Camry (2.4 liter/AT) dan midsize SUV 2005 Mercury Mountaineer (V8). Mereka menguji dampak dari mengemudi agresif (gas pol, rem pol), membawa kotak penyimpanan di atap, berjalan cepat dan lambat di tol, berjalan dengan mesin dingin, ban kurang angin, air cleaner kotor dan jalan dengan AC hidup.

Beda besar jika:
Mesin bekerja pada suhu operasinya. Mesin bekerja lebih efisien jika sudah mencapai suhu operasinya. Di perkotaan, melakukan short trips berkali-kali dalam kondisi mesin belum mencapai suhu operasionalnya mengurangi fuel economy. Mesin yang diperlakukan demikian juga memancarkan lebih banyak polutan dari knalpotnya. CR menyarankan agar mengelola perjalanan di dalam kota lebih cerdas lagi sehingga mesin selalu beroperasi pada suhu optimalnya.

Mengendarai dengan halus. Hindari gas sekencangnya lalu di rem kaut-kuat. Tes CR menunjukkan, perilaku seperti itu mengurangi konsumsi bahan bakar baik pada sedan (minus 2-3 mpg) maupun pada SUV(1mpg). Semakin kencang akselerasi, semakin banyak bahan bakar yang dipakai, juga yang terbuang percuma saat mobil direm keras. Jika berkendara di jalan tol, pertahankan kecepatan konstan dan gunakan gigi tertinggi. Perilaku halus dan lembut saat akselerasi, menikung dan mengerem, tidak saja menghemat bensin, tapi juga memperpanjang usia pakai mesin, transmisi, rem dan ban.
Mengurangi hambatan angin (drag) yang tidak perlu. Pada kecepatan 60-100km/jam di tol, separuh energi yang diproduksi mesin habis dipakai untuk menembus hambatan angin. Karena janganlah ditambahi dengan memasang komponen yang justru menambah hambatan, termasuk piranti penyimpan barang diatas atap -jika tidak diperlukan. CR menggunakan kotak berukuran besar untuk mengukur efeknya. Pada Camry, efisiensi turun 6mpg dari kondisi normal yaitu 35mpg jadi 26mpg. Sementara pada Mountaineer turun dari 21 mpg jadi 20mpg. Bahkan dalam kondisi kosong, kotak penyimpanan itu mengurangi efisiensi. Besar-kecil penurunan efisiensi tergantung ukuran kotak.
Jalan pelan. hambatan aerodinamis naik secara ekponensial ketika pedal gas ditekan makin dalam. Pada kecepatan 75mph (120km/jam) efisiensi Camry turun dari 35mpg jadi 30mpg, sedangkan Mountaineer turun dari 21mpg jadi 18mpg. Pada kecepatan 55mph (88km/jam) efisiensi Camry naik jadi 40mpg dan Mountaineer naik jadi 24mpg.

Beda tipis jika:
Ban kempes lebih berkaitan dengan isu-isu keselamatan dibandingkan soal efisiensi bahan bakar. CR menguji dengan mengurangi tekanan angin setiap ban 10Psi dari rekomendasi pabrik. Nyatanya di jalan tol efisiensinya bahan bakar beda tipis. Pada Camry minus 1mpg dan pada Mountaineer bahkan lebih kecil lagi. Tapi yang lebih penting, ban kempes mengurangi traksi saat menikung ataupun mengerem. Selain itu juga lebih cepat panas. Ban yang kepanasan rusak lebih cepat dan resiko pecah. Periksa tekanan angin ban minimal satu bulan sekali saat ban dingin. Juga sebelum dan sesudah perjalanan jauh. Patuhi rekomendasi pembuat mobil, bukan yang tertera di dinding ban.

Filter udara yang kotor ternyata berpengaruh tidak signifikan pada efisiensi bahan bakar. Justru terasa pada power mesin. Kedua mobil uji akselerasinya lebih lambat dengan filter udara kotor. Itu karena mesin modern dilengkapi komputer yang secara presisi mengontrol perbandingan udara/bahan bakar yang disemprotkan ke ruang bakar. Rasio itu tergantung pada jumlah udara yang melewati filter udara. Aliran udara yang menipis-karena filter kotor- menyebabkan mesin secara otomatis mengurangi jumlah bahan bakar yang dipakai.

Pakai AC
Banyak yang menilai beban AC terhadap mesin menyebabkan efisiensi turun signifikan. Tapi alternatif membuka kaca jendela sebagai pengganti AC, juga dikritik karena menyebabkan efisiensi aerodinamis mobil anjlok dan mobil jadi jauh lebih boros. Tes CR menunjukkan dampak keduanya tidak sehebat yang digembar-gemborkan. Menggunakan AC pada kecepatan 65mph (104km/jam) beda efisiensi hanya 1mpg, baik sedan maupun SUV. Efek membuka jendela pada 65mph belum pernah dihitung. Menurut CR, AC membantu pengemudi tetap nyaman dan waspada dan ini sebanding untuk ditukar dengan turunnya efisiensi.

Jika tidak direkomendasikan, tidak usah pakai bensin mahal. Kebanyakan mobil sudah dirancang agar bekerja normal dengan bensin biasa, kecuali memang direkomendasikan bensin dengan oktan tinggi. Bensin lebih mahal tidak berarti peforma mesin melesat. Menurut CR, perbedaannya kecil saja.
Selengkapnya